Perkenalkan nama ku Janus, aku masih dalam jenjang kuliah sebagai mahasiswa Kedokteran di kota Bandung tahun 2006. Kejadiannya sendiri akan kuceritakan seadanya dan tidak ku pelintir sedikitpun, akan tetapi identitas tokoh dan lokasi aku ubah untuk menghormati privasi mereka yang terlibat.
Menginjak tahun kedua kuliah, Aku bermaksud pindah tempat kos yang lebih baik. Ini biasa, mahasiswa tahun pertama pasti dapat tempat kos yang asal-asalan. Baru tahun berikutnya mereka bisa mendapat tempat kos yang lebih sesuai selera dan kebutuhan. Setelah berburu yang cukup melelahkan akhirnya Aku mendapatkan tempat kos yang cukup nyaman di daerah Dago Utara.
Untuk ukuran Bandung sekalipun, daerah ini termasuk sangat dingin apalagi di waktu malam. Kamar kosku berupa paviliun yang terpisah dari rumah utama. Ada dua kamar, yang bagian depan diisi oleh Sahat, mahasiswa kedokteran yang kutu buku dan rada cuek. Aku sendiri dapat yang bagian belakang, dekat dengan rumah utama.
Bapak kosku, Om Bima adalah seorang dosen senior di beberapa perguruan tinggi. Istrinya, Tante Lisa, Tante girang yang cukup menarik meskipun tidak terlalu cantik. Tingginya sekitar 160 cm dengan perawakan yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk. Untuk ukuran seorang Tante girang dengan dua anak, tubuh Tante Lisa cukup terawat dengan baik dan tampak awet muda meski sudah berusia di atas 40 tahun. Maklumlah, Tante Lisa rajin ikut kelas aerobik. Kedua anak mereka kuliah di luar negeri dan hanya pulang pada akhir tahun ajaran. Karena kesibukannya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, Om Bima agak jarang di rumah. Tapi Tante Lisa cukup ramah dan sering mengajak kami ngobrol pada saat-saat luang sehingga Aku pribadi merasa betah tinggal di rumahnya. Mungkin karena agak cuek dan selalu sibuk dengan kuliahnya, Tante Lisa akhirnya lebih akrab denganku. Aku sendiri sampai saat itu belum pernah berpikir untuk lebih jauh dari sekedar teman ngobrol dan curhat. Tapi rupanya tidak demikian dengan Tante Lisa….
“Janus, kamu masih ada kuliah hari ini?”, tanya Tante Lisa suatu hari.
“Enggak tante…”
“Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?”
“Oh, bisa tante…”
“Enggak tante…”
“Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?”
“Oh, bisa tante…”
Tante Lisa tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Kamipun meluncur menuju tempat aerobik dengan menggunakan Honda Jazz Putih milik Tante Lisa. Di sepanjang jalan Tante Lisa banyak mengeluh tentang Om Bima yang semakin jarang di rumah.
“Om Bima itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih dari cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi dosen tamu dimana-mana…”
“Yach, sabar aja tante.. itu semua khan demi tante dan anak-anak juga,” kataku mencoba menghibur.
“Ah..Janus, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om.” Tiba-tiba tangan Tante Lisa menyentuh paha kiriku dengan lembut.
“Biarpun begini, tante juga seorang Tante girang yang butuh belaian seorang laki-laki… tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli.” Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Lisa menatapku dengan tersenyum.
“Yach, sabar aja tante.. itu semua khan demi tante dan anak-anak juga,” kataku mencoba menghibur.
“Ah..Janus, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om.” Tiba-tiba tangan Tante Lisa menyentuh paha kiriku dengan lembut.
“Biarpun begini, tante juga seorang Tante girang yang butuh belaian seorang laki-laki… tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli.” Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Lisa menatapku dengan tersenyum.
Tante Lisa terus mengelus-elus pahaku di sepanjang perjalanan. Aku tidak berani bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat Tante Lisa tersinggung atau disangka kurang ajar. Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Lisa tampak segar dan bersemangat. Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya tampak lebih seksi.
“Jan, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir… kamu bisa tolong pijitin tante khan?” katanya sambil menutup pintu mobil.
“Iya… sedikit-sedikit bisa tante,” kataku sambil mengangguk.
“Iya… sedikit-sedikit bisa tante,” kataku sambil mengangguk.
Aku mulai merasa Tante Lisa menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman ngobrol dan curhat. Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya. Sepanjang jalan pulang kami tidak banyak bicara, kami sibuk dengan pikiran dan khayalan masing-masing tentang apa yang mungkin terjadi nanti. Setelah sampai di rumah, Tante Lisa langsung mengajakku ke kamarnya. Dikuncinya pintu kamar dan kemudian Tante Lisa langsung mandi. Entah sengaja atau tidak, pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka. Jelas Tante Lisa sudah memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun yang diinginkan seorang laki-laki pada wanita. Tetapi aku masih tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk diam di kursi meja rias.
“Janus sayang… tolong ambilkan handuk dong…” nada suara Tante Lisa mulai manja.
Lalu kuambil handuk dari gantungan dan tanganku kusodorkan melalui pintu sambil berusaha untuk tidak melihat Tante Lisa secara langsung. Sebenarnya ini tindakan bodoh, toh Tante Lisa sendiri sudah memberi tanda lalu kenapa aku masih malu-malu? Aku betul-betul salah tingkah. Tidak berapa lama kemudian Tante Lisa keluar dari kamar mandi dengan tubuh dililit handuk dari dada sampai paha. Baru kali ini aku melihat Tante Lisa dalam keadaan seperti ini, aku mulai terangsang dan sedikit bengong. Tante Lisa hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang serba kikuk melihat keadaannya.
“Nah, sekarang kamu pijitin tante ya… ini pakai body-lotion…” katanya sambil berbaring tengkurap di tempat tidur.
Dibukanya lilitan handuknya sehingga hanya tertinggal Kutang dan Kancutnya saja. Aku mulai menuangkan body-lotion ke punggung Tante Lisa dan mulai memijit daerah punggungnya.
“Tante, bagian mana yang sakit…” tanyaku berlagak polos.
“Semuanya sayang… semuanya… dari atas sampai ke bawah. Bagian depan juga sakit lho…nanti Janus pijit ya…” kata Tante Lisa sambil tersenyum nakal.
“Semuanya sayang… semuanya… dari atas sampai ke bawah. Bagian depan juga sakit lho…nanti Janus pijit ya…” kata Tante Lisa sambil tersenyum nakal.
Aku terus memijit punggung Tante Lisa, sementara itu aku merasakan Kontol ku mulai membesar. Aku berpikir sekarang saatnya menanggapi ajakan Tante Lisa dengan aktif. Seumur hidupku baru kali inilah aku berkesempatan menyetubuhi seorang Tante girang. Meskipun demikian dari film-film Bokep yang pernah kutonton sedikit banyak aku tahu apa yang harus kuperbuat… dan yang paling penting ikuti saja naluri…
“Tante sayang…, tali kutang tante Lisa boleh kubuka?” kataku sambil mengelus pundaknya.
Tante Lisa menatapku sambil tersenyum dan mengangguk. Aku tahu betul Tante Lisa sama sekali tidak sakit ataupun cedera, acara pijat ini cuma sarana untuk mengajakku Ngentot dengan tante Lisa. Setelah tali pembungkus toket tante girang Lisa kubuka perlahan-lahan kuarahkan kedua tanganku ke-arah Toket nya. Dengan hati-hati kuremas-remas Toket nya… ahh lembut dan empuk. Tante Lisa bereaksi, ia mulai terangsang dan pandangan matanya menatapku dengan sayu. Kualihkan tanganku ke bagian bawah, kuselipkan kedua tanganku ke dalam celana dalamnya sambil pelan-pelan kuremas kedua pantatnya selama beberapa saat.
Tante Lisa dengan pasrah membiarkan aku mengeksplorasi tubuhnya. Kini tanganku mulai berani menjelajahi juga bagian depannya sambil mengusap-usap daerah sekitar Memeknya dengan lembut. Jantungku brdebar kencang, inilah pertamakalinya aku menyentuh Memek Tante girang dewasa… Perlahan tapi pasti kupelorotkan celana dalam Tante Lisa. Sekarang tubuh Tante Lisa tertelungkup di tempat tidur tanpa selembar benangpun… sungguh suatu pemandangan yang indah. Aku kagum sekaligus terangsang. Ingin rasanya segera menancapkan batang Kontolku ke dalam lubang memek tante. Aku memejamkan mata dan mencoba bernafas perlahan untuk mengontrol emosiku. Seranganku berlanjut, kuselipkan tanganku diantara kedua pahanya dan kurasakan jembut memek tante yang cukup lebat. Jari tengahku mulai menjelajahi celah sempit dan basah yang ada di sana. Hangat sekali raanya. Kurasakan nafas Tante Lisa mulai berat, tampaknya dia makin terangsang oleh perbuatanku.
“Mmhh… Janus… kamu nakal ya…” katanya.
“Tapi tante suka khan…?” “Mmhh.. terusin Jan… terusin… tante suka sekali.”
“Tapi tante suka khan…?” “Mmhh.. terusin Jan… terusin… tante suka sekali.”
Jariku terus bergerilya di belahan Memeknya yang terasa lembut seperti sutra, dan akhirnya ujung jariku mulai menyentuh daging yang berbentuk bulat seperti kacang tapi kenyal seperti moci Cianjur. Dengan gerakan memutar yang lembut kupermainkan klitorisnya dengan jariku dan diapun mulai menggelinjang keenakan. Kurasakan tubuhnya sedikit bergetar tidak teratur. Sementara itu aku juga sudah semakin terangsang, dengan agak terburu-buru pakaiankupun kubuka satu-persatu hingga tidak ada selembar benangpun menutup tubuhku, sama seperti Tante Lisa. Kukecup leher Tante Lisa dan dengan perlahan kubalikkan tubuhnya. Sesaat kupandangi keindahan tubuhnya yang seksi.
Toket nya cukup berisi dan tampak kencang dengan putingnya yang berwarna kecoklatan memberi pesona keindahan tersendiri. Tubuhnya putih mulus dan nyaris tanpa lemak, sungguh-sungguh Tante Lisa pandai merawat tubuhnya. Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluan yang agak basah, entah karena baru mandi atau karena cairan lain. Sementara itu belahan Memeknya samar-samar tampak di balik bulu-bulu tersebut. Aku tidak habis pikir bagaimana mungkin suaminya bisa sering meninggalkannya dan mengabaikan keindahan seperti ini.
“Gimana Janus…enak, sayang???” katanya sambil menyeka sisa pejuh ku dengan tissue. Aku hanya terdiam sambil mengecup bibirnya.
“Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali ngentot. Soalnya waktu pemanasan tadi nggak kelihatan, baru waktu mau masukin Kontol, tante tahu kalau kamu belum pengalaman. enywey, Tante senang sekali bisa dapat perjaka berondong seperti kamu. Tante betul-betul menikmati ngentot perselingkuhan ini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan kita main lagi mau Jan…?”Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak.
“Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali ngentot. Soalnya waktu pemanasan tadi nggak kelihatan, baru waktu mau masukin Kontol, tante tahu kalau kamu belum pengalaman. enywey, Tante senang sekali bisa dapat perjaka berondong seperti kamu. Tante betul-betul menikmati ngentot perselingkuhan ini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan kita main lagi mau Jan…?”Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak.
Tante Lisa membaringkan kepalanya di dadaku, kami terdiam menikmati perasaan kami masing-masing selama beberapa saat. Tapi tidak sampai lima menit, energiku mulai kembali. Tubuh Tante girang matang yang bugil dan tergolek dipelukanku membuat aku kembali terangsang, perlahan-lahan Kontol ku mulai membesar. Tangan kananku kembali meraba payudara Tante Lisa dan membelainya perlahan. Dia memandangku dan tersenyum, tangannya meraih Kontol ku yang sudah kembali membesar sempurna dan digenggamnya erat-erat.
“Wow, Kontol berondong tante sudah siap tempur lagi nih sepertinya…? Sekarang tante mau di atas ya…Kamu enjoy aja permainan rahasia tante?” katanya sambil mengangkangi aku.
Dibimbingnya Kontol ku ke arah lubang Memeknya yang masih basah oleh spermaku. Kali ini dengan lancar Kontol ku langsung meluncur masuk ke dalam Memek Tante Lisa yang sudah sangat basah dan licin. Kini Tante Lisa duduk diatas badanku dengan Kontol ku terbenam dalam-dalam di Memeknya. Tangannya mencengkeram lenganku dan kepalanya menengadah ke atas dengan mata terpejam menahan nikmat.
“Aahh…Janus… Kontolmu sampai ke ujung…mantaph Jan….. Damn honey… I love your Peny very much Jan!!!!! awwww…. mmhh… aahhh” katanya mendesah dan meracau seperti orang kesetanan.
Gerakan Tante Lisa perlahan tapi penuh energi, setiap dorongannya selalu dilakukan dengan penuh energi sehingga membuat Kontol ku terasa masuk begitu dalam di liang Memeknya. Pantat Tante Lisa terus bergerak naik turun dan berputar-putar, kadang-kadang diangkatnya cukup tinggi sehingga Kontol ku hampir terlepas lalu dibenamkan lagi dengan kuat. Sementara itu aku menikmati goyangan Toket nya yang terombang-ambing naik-turun mengikuti irama gerakan binal Tante Lisa. Kuremas-remas Toket nya dan kupermainkan pentilnya sehingga membuat Tante Lisa makin bergairah.
Gerakan Tante Lisa makin lama makin kuat dan dia betul-betul melupakan statusnya sebagai seorang istri dosen yang terhormat. Saat itu dia menampilkan dirinya yang sesungguhnya dan apa adanya… seorang Tante girang yang sedang dalam puncak birahi dan haus akan kenikmatan. Akhirnya gerakan kami mulai makin liar dan tak terkontrol…
“Janus… tante sudah mau keluar lagi…. aaah… mmmhh.. uuuughhh…”
“Ayoo tante… Janus juga udah nggak tahan…”
“Ayoo tante… Janus juga udah nggak tahan…”
Akhirnya dengan sebuah sentakan yang kuat Tante Lisa menekan seluruh berat badannya ke bawah dan Kontol ku tertancap jauh ke dalam liang Memeknya sambil memuncratkan seluruh muatan… Tangan Tante Lisa mencengkeram keras dadaku, badannya melengkung kaku dan mulutnya terbuka dengan gigi yang terkatup rapat serta matanya terpejam menahan nikmat. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Lisa merebahkan tubuhnya di atasku, kami berdua terkulai lemas kelelahan.
Malam itu untuk pertama kalinya aku tidur di dalam kamar Tante Lisa karena dia tidak mengijinkan aku kembali ke kamar. Kami tidur berdekapan tanpa sehelai busanapun. Pagi harinya kami kembali melakukan persetubuhan dengan liar… Tante Lisa seolah-olah ingin memuaskan seluruh kerinduannya akan kenikmatan yang jarang didapat dari suaminya. Semenjak saat itu kami sering sekali melakukannya dalam berbagai kesempatan. Kadang di kamarku, kadang di kamar Tante Lisa, atau sesekali kami ganti suasana dengan menyewa kamar hotel di daerah Lembang untuk kencan short-time. Kalau aku sedang sange dan ada kesempatan, aku mendatangi Tante Lisa dan mengelus pantatnya atau mencium lehernya. Kalau OK Tante Lisa pasti langsung menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke kamar. Sebaliknya kalau Tante Lisa yang sange, dia tidak sungkan-sungkan datang ke kamarku dan langsung menciumi aku untuk mengajakku bercinta.
Semenjak berhasil merenggut keperjakaanku Tante Lisa tidak lagi cemberut dan uring-uringan kalau Om Bima pergi tugas mengajar ke luar kota. Malah kelihatannya Tante Lisa justru mengharapkan Om Bima sering-sering tugas di luar kota karena dengan demikian dia bisa bebas bersamaku. Dan akupun juga semakin betah tinggal di rumah Tante Lisa. Pernah suatu malam setelah Om Bima berangkat keluar kota, Tante Lisa masuk ke kamarku dengan mengenakan daster. Dipeluknya aku dari belakang dan tangannya langsung menggerayangi selangkanganku. Aku menyambut dengan mencumbu bibirnya dan membaringkannya di tempat tidur. Saat kuraba Toket nya ternyata Tante Lisa sudah tidak memakai BH, dan ketika kuangkat dasternya ternyata dia juga tidak memakai celana dalam lagi.
Bibir Memeknya tampak merah dan bulu-bulunya basah oleh lendir. Samar-samar kulihat sisa-sisa lelehan sperma dengan baunya yang khas masih tampak disana, rupanya Tante Lisa baru saja bertempur dengan suaminya dan Tante Lisa belum merasa puas. Langsung saja kubuka celanaku dan Kontol yang sudah mengeras langsung menyembul menantang minta dimasukkan ke dalam liang kenikmatan. Tante Lisa menanggapi tantangan Kontol ku dengan mengangkangkan kakinya. Ia langsung membuka bibir Memeknya dengan kedua tangannya sehingga tampaklah belahan lubang Memeknya yang merekah merah.
“Masukin punyamu sekarang ke lubang tante sayang…..” katanya dengan nafas yang berat dan mata sayu.
Karena aku rasa Tante Lisa sudah sangat sange, tanpa banyak basa-basi dan pemanasn lagi aku langsung menancapkan batang Kontol ku ke dalam Memek Tante Lisa dan kami bergumul dengan liar selama hampir lima jam! Kami bersetubuh dengan berbagai macam gaya, aku diatas, Tante Lisa diatas, dengan gaya gogog, gaya enamsembilan, kadang sambil berdiri dengan satu kaki di atas tempat tidur, lalu duduk berhadapan di pinggir ranjang, atau berganti posisi dengan Tante Lisa membelakangi aku, sesekali kami melakukan di atas meja belajarku dengan kedua kaki Tante Lisa diangkat dan dibuka lebar-lebar, dan masih banyak lagi.
Aku tidak ingat apa masih ada gaya persetubuhan yang belum kami lakukan malam itu. Dinginnya hawa Dago Utara di waktu malam tidak lagi kami rasakan, yang ada hanya kehangatan yang menggetarkan dua insan dan membuat kami basah oleh keringat yang mengucur deras. Begitu liarnya persetubuhan kami sampai-sampai aku mengalami empat kali orgasme yang begitu menguras energi dan Tante Lisa entah berapa kali. Yang jelas setelah selesai, Tante Lisa hampir tidak bisa bangun dari tempat tidurku karena kakinya lemas dan gemetaran sementara Memeknya begitu basah oleh lendir dan sangat merah. Seingatku itulah malam paling liar diantara malam-malam liar lain yang pernah kulalui bersama Tante Lisa.
Petualanganku dengan Tante Lisa berjalan cukup lama, tiga setengah tahun, sampai akhirnya kami merasa Om Bima mulai mengetahui dengan perselingkuhan kami. Sebagai jalan terbaik aku memutuskan untuk pindah kost sebelum keadaan menjadi buruk. Tetapi meskipun demikian, kami masih tetap saling bertemu paling sedikit sebulan sekali untuk melepas rindu dan nafsu. Hal ini berjalan terus sampai aku lulus kuliah dan kembali ke Jakarta. Bahkan sekarang setelah aku beristri, kalau sedang mendapat tugas ke Bandung aku masih menyempatkan diri menemui Tante Lisa yang nafsu dan gairahnya seolah tidak pernah berkurang oleh umurnya yang kini sudah tidak muda lagi.